Konsolidasi Industri Perbankan Syariah: Peta Persaingan Berpotensi Berubah
Industri perbankan syariah Indonesia diprediksi akan mengalami pergeseran peta persaingan menyusul langkah konsolidasi yang tengah disiapkan oleh beberapa Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Umum Syariah (BUS).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan baru yang mewajibkan UUS dengan aset lebih dari Rp 50 triliun atau 50% dari aset induknya untuk melakukan spin off (pemisahan diri). Selain itu, OJK juga mengizinkan BUS dan UUS lain untuk melakukan konsolidasi secara sukarela jika diperlukan.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, terdapat beberapa UUS yang saat ini tengah mempersiapkan diri untuk spin off, baik yang diwajibkan maupun yang akan melakukannya secara sukarela.
“Mereka masih ada waktu untuk itu,” ujar Dian.
Dian tidak menyebutkan secara spesifik UUS mana saja yang terlibat dalam pembicaraan konsolidasi. Namun, ia menegaskan bahwa langkah tersebut perlu dilakukan untuk memperkuat industri perbankan syariah.
“Bank syariah tidak lagi mau menjadi penerima sisa pangsa pasar BSI (Bank Syariah Indonesia),” imbuh Dian.
Sebelumnya, Konsultan Ekonomi Syariah Adiwarman Azwar Karim, yang juga merupakan Wakil Komisaris Utama BSI, mengungkap lima skenario konsolidasi industri perbankan syariah.
Lima Skenario Konsolidasi
1. Satu UUS bergabung dengan UUS atau BUS lain (akhir 2024).
2. Satu UUS bergabung dengan BUS yang sudah ada, membentuk bank syariah spesial (akhir 2024).
3. Tiga UUS bergabung membentuk BUS baru (tahun 2025).
4. Dua BUS bergabung menjadi KUB (Kelompok Usaha Bank) (tahun 2025).
5. Dua UUS membentuk BUS sendiri tanpa merger atau akuisisi (tahun 2026).
Adiwarman menekankan pentingnya perencanaan matang dalam proses spin off ini. “Perlu ada strategi yang benar-benar dipikirkan agar spin off terjadi dengan baik,” ujarnya.