Stok Minyak AS Menyusut, Picu Kenaikan Harga Minyak Mentah
Washington, D.C. – Stok minyak mentah AS mengalami penyusutan selama sembilan minggu berturut-turut, semakin memperketat persediaan dan mendorong harga minyak mentah naik.
Menurut laporan terbaru Badan Informasi Energi (EIA), persediaan minyak mentah komersial turun sebanyak 1,6 juta barel dalam pekan yang berakhir 27 Januari 2023. Penurunan ini terjadi lebih besar dari perkiraan para analis yang memprediksi penurunan hanya sekitar 1 juta barel.
Penurunan stok terjadi di tengah tingginya permintaan minyak mentah, terutama dari sektor industri dan transportasi. Minyak mentah telah menjadi sumber energi utama bagi dunia, meskipun ada upaya transisi ke energi terbarukan.
Sebagai respons terhadap penurunan persediaan, harga minyak mentah melonjak. Patokan minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI), naik 2,3% menjadi $81,02 per barel pada penutupan perdagangan Senin (30 Januari 2023). Sementara itu, patokan minyak mentah global, Brent, menguat 2,2% menjadi $88,05 per barel.
“Penurunan stok minyak mentah ini menunjukkan bahwa permintaan minyak masih kuat, bahkan di tengah kekhawatiran resesi global,” kata Bob Yawger, Direktur Analisis Pasar di Mizuho Securities.
Namun, beberapa analis memperingatkan bahwa kenaikan harga minyak mentah dapat memicu inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi. “Kenaikan harga minyak ini dapat menjadi beban bagi konsumen dan bisnis, terutama jika harga terus meningkat,” ujar James Cordier, Kepala Ahli Analisis Teknikal di StoneX.
Pemerintahan AS telah berupaya mengendalikan harga minyak dengan melepaskan cadangan minyak strategisnya (SPR). Namun, langkah ini hanya memberikan sedikit bantuan, karena persediaan SPR juga semakin menipis.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan cara-cara lain untuk meningkatkan pasokan minyak mentah, seperti meningkatkan produksi dalam negeri atau bekerja sama dengan negara-negara produsen minyak lainnya,” kata Yawger.
Analis memprediksi bahwa harga minyak mentah akan tetap tinggi dalam beberapa bulan mendatang, karena permintaan yang kuat dan terbatasnya pasokan. Namun, kenaikan harga minyak tersebut dapat berdampak negatif pada pemulihan ekonomi global.